MAKALAH SENI : UPACARA SEREN TAUN (full)


BAB I
PENDAHULUAN

1.1.    Latar Belakang

Di era perkembangan zaman yang pesat, masih banyak terdapat budaya asli Indonesia yang memang sudah sepatutnya dilestarikan oleh rakyat Indonesia sendiri. Salah satu budayanya adalah pesta panen yang dilakukan setelah panen atau pasca panen  dalam rangka bersyukur atas rahmat Tuhan Yang Maha Esa, pesta panen masih banyak dilakukan di berbagai daerah di seluruh Indonesia dengan tata cara dan perangkat pelengkap pesta panen yang berbeda. Pesta panen juga memiliki manfaat bagi para petani di berbagai daerah, pesta panen juga merupakan hasil dari kerja keras para petani oleh sebab itu dalam pelaksanaannya dibutuhkan suasana yang hikmad tetapi menyenangkan. Karena ini adalah budaya daerah, maka semua perangkat yang ada pun sangat sederhana.

1.2.    Tujuan

-       Mengetahui berbagai pesta panen sesuai daerahnya masing-masing
-       Mengetahui perangkat-perangkat untuk melaksanakan pesta panen
-       Mengetahui tujuan dari pesta panen tersebut
-       Mengetahui cara melestarikan budaya tersebut
-       Mengetahui perbedaan antara pesta panen di daerah satu dengan daerah lainnya
-       Mengetahui tanaman apa saja yang cocok untuk ditanam di dalam suatu daerah, tentunya di setiap daerah berbeda karena faktor cuaca
-       Mengetahui hasil panen yang bermanfaat bagi semua



1.3.    Manfaat

Kita dapat memperoleh banyak wawasan dan pengetahuan tentag pesta panen yang beragam di Negeri kita yang heterogen ini. Kita juga dapat menerapkannya dalam kehidupan sehari-hari, karena pesta panen tersebut mempunyai makna-makna yang bermanfaat bagi kehidupan kita. Meskipun makna di setiap pesta panen berbeda-beda. Kita juga dapat menerapkan apa saja tanaman yang cocok untuk ditanam dalam suatu daerah dalam kehidupan sehari-hari sesuai daerah dan waktu penanaman.


BAB II
ISI BAHASAN

2.1. Sejarah
     Menurut catatan sejarah dan tradisi lokal, perayaan Seren Taun sudah turun-temurun dilakukan sejak zaman Kerajaan Sunda purba seperti kerajaan Pajajaran. Upacara ini berawal dari pemuliaan terhadap Nyi Pohaci Sanghyang Asri, dewi padi dalam kepercayaan Sunda kuno. Sistem kepercayaan masyarakat Sunda kuno dipengaruhi warisan kebudayaan masyarakat asli Nusantara, yaitu animisme-dinamisme pemujaan arwah karuhun (nenek moyang) dan kekuatan alam, serta dipengaruhi ajaran Hindu. Masyarakat agraris Sunda kuno memuliakan kekuatan alam yang memberikan kesuburan tanaman dan ternak, kekuatan alam ini diwujudkan sebagai Nyi Pohaci Sanghyang Asri, dewi padi dan kesuburan. Pasangannya adalah Kuwera, dewa kemakmuran. Keduanya diwujudkan dalam Pare Abah (Padi Ayah) dan Pare Ambu (Padi Ibu), melambangkan persatuan laki-laki dan perempuan sebagai simbol kesuburan dan kebahagiaan keluarga. Upacara-upacara di Kerajaan Pajajaran ada yang bersifat tahunan dan delapan tahunan. Upacara yang bersifat tahunan disebut Seren Taun Guru Bumi yang dilaksanakan di Pakuan Pajajaran dan di tiap wilayah. Upacara besar yang bersifat delapan tahunan sekali atau sewindu disebut upacara Seren Taun Tutug Galur atau lazim disebut upacara Kuwera Bakti yang dilaksanakan khusus di Pakuan.
Kegiatan Seren Taun sudah berlangsung pada masa Pajajaran dan berhenti ketika Pajajaran runtuh. Empat windu kemudian upacara itu hidup lagi di Sindang Barang, Kuta Batu, dan Cipakancilan. Namun akhirnya berhenti benar pada 1970-an. Setelah kegiatan ini berhenti selama 36 tahun, Seren Taun dihidupkan kembali sejak tahun 2006 di Desa Adat Sindang Barang, Pasir Eurih, Kecamatan Taman Sari, Kabupaten Bogor. Upacara ini disebut upacara Seren Taun Guru Bumi sebagai upaya membangkitkan jati diri budaya masyarakat Sunda.
Di Cigugur, Kuningan, upacara seren taun yang diselenggarakan tiap tanggal 22 Rayagung-bulan terakhir pada sistem penanggalan Sunda, sebagaimana biasa, dipusatkan di pendopo Paseban Tri Panca Tunggal, kediaman Pangeran Djatikusumah, yang didirikan tahun 1840. Sebagaimana layaknya sesembahan musim panen, ornamen gabah serta hasil bumi mendominasi rangkaian acara.
Masyarakat pemeluk kepercayaan Sunda Wiwitan tetap menjalankan upacara ini, seperti masyarakat Kanekes, Kasepuhan Banten Kidul, dan Cigugur. Kini setelah kebanyakan masyarakat Sunda memeluk agama Islam, di beberapa desa adat Sunda seperti Sindang Barang, ritual Seren Taun tetap digelar dengan doa-doa Islam. Upacara seren taun bukan sekadar tontonan, melainkan juga tuntutan tentang bagaimana manusia senantiasa bersyukur kepada Tuhan Yang Maha Kuasa, terlebih di kala menghadapi panen. Upacara ini juga dimaksudkan agar Tuhan memberikan perlindungan di musim tanam mendatang.
2.2. Sinopsis
Seren Taun adalah upacara adat panen padi masyarakat Sunda yang dilakukan tiap tahun. Upacara ini berlangsung khidmat dan semarak di berbagai desa adat Sunda. Upacara adat sebagai syukuran masyarakat agraris ini diramaikan ribuan masyarakat sekitarnya, bahkan dari beberapa daerah di Jawa Barat dan mancanegara. Beberapa desa adat Sunda yang menggelar Seren Taun tiap tahunnya adalah:
-          Desa Cigugur, Kecamatan Cigugur, Kabupaten Kuningan, Jawa Barat.
-          Kasepuhan Banten Kidul, Desa Ciptagelar, Cisolok, Kabupaten Sukabumi
-          Desa adat Sindang Barang, Desa Pasir Eurih, Kecamatan Taman Sari, Kabupaten Bogor
-          Desa Kanekes, Kabupaten Lebak, Banten
-          Kampung Naga Kabupaten Tasikmalaya
Upacara Seren taun merupakan upacara masyarakat agararis adalah penyerahan hasil panen yang diterima pada tahun yang akan berlalu serta salah satu media dalam mengungkapkan rasa syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa atas segala berkah yang telah diterima seiring dengan harapan agar dimasa yang akan datang, hasil panen seluruh anggota masyarakat dapat lebih melimpah lagi.  Penyelenggaraan dimulai dengan upacara ngajayuk (menyambut) pada tanggal 18 Rayagung, kemudian dilanjutkan pada tanggal 22 Rayagung dengan upacara pembukaan padi sebagai puncak acara, dengan disertai beberapa kesenian tradisional masyarakat agraris sunda tempo dulu, seperti ronggeng gunung, seni klasik tarawangsa, gending karesmen, tari bedaya, upacara adat ngareremokeun dari masyarakat kanenes baduy, goong renteng, tari buyung, angkulung buncis doodog lonjor, reog, kacapi suling dan lain-lain yang mempunyai makna dan arti tersendiri, khususnya bagi masyarakat sunda.
2.3. Durasi
Kegiatan adat ini biasanya berlangsung selama 7 hari, rangkaian acaranya adalah sebagai berikut:
Hari ke 1, Neutepkeun
 Neutepken ini dimaksud adalah memanjatkan niat agar acara Seren Taun berjalan lancar serta memohon agar kebutuhan pangan selama acara terpenuhi tanpa ada kekurangan. Upacara ritual ini dipimpin oleh Sang Rama dan Kokolot Panggiwa yang dilaksanakan di tempat pabeasan (tempat menyimpan beras) di Imah Gede. Di Pabeasan inilah dikumpulkan semua bahan-bahan makanan yang akan dimasak mulai dari bumbu dapur, sayur mayur, minuman, serta kue-kue yang akan dimakan sepanjang acara seren Taun berlangsung
Hari ke 2, Ngembang
 Ngembang / nyekar/ ziarah dipimpin oleh Kokolot Panggiwa dan Panengen dilakukan ke makam sebagai leluhur warga Sindangbarang yaitu Sang Prabu Langlangbuana, Prabu Prenggong Jayadikusumah di Gunung Salak
Hari ke 3, Sawer Sudat dan Ngalage
 Sunatan massal, yaitu upacara sudat (sunat) bagi anak-anak di kampung Sindang Barang, dengan berpakaian adat lengkap serta duduk di atas tandu (jampana) Acara ini dilaksanakan di alun-alun. Sebelum acara di mulai dilakukan doa yang dipimpin oleh Sang Rama untuk memberi restu terhadap perwakilan orang tua peserta sunatan massal agar acara berlangsung lancar, selamat dan mendoakan agar anak-anak yang di sudat menjadi anak yang berbakti pada orangtua, agama dan bangsa, setelah acara doa selesai anak-anak peserta sudat yang menaiki jampana di arak dan di sawer dengan kunyit, beras merah, dan panglay sambil diiringi oleh tatabuhan musik tradisional seperti reog, calung, kendang pencak dan terompet. Seusai arak-arakan anak-anak berkumpul di bale Pangriungan sambil dihibur oleh para orang tua
Hari ke 4, Sebret Kasep
 Pelaksanaan sudat (sunat) di Bale Pangriungan.
Hari ke 5, Ngukuluan
 Ngukuluan ini adalah mengambil air dari tujuh sumber mata air, bermula dari Imah kolot. Dilepas oleh Sang Rama kepada para kokolot dan parawari (panitia). Perjalanan mengambil air dari sumber mata air ini diiringi dengan kesenian tradisional Angklung Gubrag. Malam harinya dengan dipimpin oleh Kokolot Panggiwa air tersebut dibacakan doa-doa tolak bala
Hari ke 6, Sedekah kue, Helaran, Nugel Munding, Sedekah daging, Pertunjukan seni
 Acara hari ke enam dilaksanakan pagi hari di alun-alun, diawali dengan parawari (panitia) mempersiapkan sebanyak 40 tampah yang berisi aneka kue, upacara dipimpin oleh kokolot, diawali dengan meriwayatkan sejarah leluhur Sindangbarang. Serta membacakan doa buat para leluhur . Setelah itu barulah kokolot dan para warga memperebutkan sedekah kue, dilanjutkan menuju lapangan inpres untuk memotong kerbau, sepanjang berjalanan ke lapangan inpres digelar pula helaran/pawai kesenian yang terdiri dari angklung gubrag, tujuh orang mojang, pembawa pohon hanjuang, jampana berisi air kukulu, pembawa tebu hitam, pembawa jampana daging, pembawa pohon hanjuang , para kokolot, kesenian reog, calung, kendang pencak .
Di lapangan inpres Kokolot melakukan serah terima (seren-sumeren) kepada Sang Rama untuk memimpin pelaksanakan pemotongan kerbau yang diselingi dengan bunyi lisung dan terompet, daging kerbau yang dipotong kemudian di taruh dalam 40 nyiru (tampah), setelah dilakukan doa maka daing inipun disedekahkan utnuk masyarakat
Saat malam harinya diadakan hiburan bagi masyarakat dilaksanakan di alun-alun kajeroan dan di lapangan inpres dengan menampilan kesenian tradisonal jaipong, ketuk tilu, ngagondang, angklung gubrag, kendang pencak, parebut seeng, reog,dan calung
Hari ke 7, Helaran dongdang, Majiekeun Pare, Pintonan kesenian
 Persiapan oleh masayarakat sudah diawali sejak subuh, karena pagi harinya sebanyak 54 RT di kampung Sindangbarang sudah berkumpul di depan masjid Sindangbarang dengan membawa dongdang (hasil bumi) yang dihias aneka bentuk. Pawai dongdang ini dilengkapi oleh barisan pembawa Rengkong (padi) hasil panen, para kokolot, rombongan kesenian, dll. Jam 08.00 WIB rombongan bergerak menuju kampung budaya Sindangbarang untuk melaksanakan Upacara puncak yaitu Majiekeun Pare ayah dan ambu ke dalam lumbung Ratna Inten. sementara di lapangan Sang Rama sudah menunggu untuk memasukan Pare Ayah dan Ambu. Setelah memasukan padi, kemudian dongdang (hasil bumi) dibawa ke depan sang Rama untuk didoakan , setelah diberi doa maka warga akan berebut hasil bumi tersebut. Pertunjukan tarian dipersembahkan oeh muda-mudi Sindangbarang dengan diiringi gamelan. Ditampilkan pula pertunjukan gondang, reog, angklung gubrag, kendang penca dan ditutup oleh rampag parebut seeng. Malam harinya di alun-alun kajeroan pagelaran wayang golek semalam suntuk digelar.
Inti pada acaranya berlangsung sekitar 30 menit – 5 jam lamanya. Untuk yang lainnya hanya sebagai pendamping saja, tetapi tidak kalah pentingnya.
2.4. Gerakan
Tari Buyung adalah tarian tradisional masyarakat Cigugur Kuningan Jawa Barat. Tarian ini merupakan tarian adat yang bernilai simbolik tentang rasa syukur manusia atas rahmat Tuhan berupa alam semesta yang indah dan bermanfaat bagi hidup manusia, salah satunya adalah air.
 Biasanya tarian ini biasa dilakukan oleh masyarakat Cigugur, Kuningan, Cirebon saat Upacara Seren Taun yang diadakan pada bulan Rayagung pada penanggalan Jawa.
 Setiap gerakan dalam tari Buyung memiliki makna yang tersirat. Menginjak kendi sambil membawa buyung di kepala (nyuhun) erat relevansinya dengan ungkapan “di mana bumi di pijak di situ langit dijunjung”.
 Buyung adalah sejenis alat yang terbuat dari logam maupun tanah liat yang digunakan oleh sebagian wanita desa pada zaman dulu untuk mengambil air di sungai, danau, mata air, atau di kolam.
 Menurut, Emalia Djatikusumah, seorang koreografer yang berdomisili di Cigugur, gerak lembut dan nuansa alam di kala bulan purnama mengilhami lahirnya karya cipta tari yang mengisahkan gadis desa yang turun mandi dengan teman-temannya dan mengambil air di pancuran Ciereng dengan buyung.
 Membawa buyung di atas kepala sangat memerlukan keseimbangan. Hal ini berarti bahwa dalam kehidupan ini perlu adanya keseimbangan antara perasaan dan pikiran. Pergelaran tari buyung dengan formasi Jala Sutra, Nyakra Bumi, Bale Bandung, Medang Kamulan, dan Nugu Telu memiliki makna yang menyiratkan bahwa masyarakat petani Sunda adalah masyarakat yang religius. Tuhan diyakini sebagai Causa Prima dari segala asal-usul sumber hidup dan kehidupan. Sementara manusia merupakan mahluk penghuni bumi yang paling sempurna di antara mahluk-mahluk ciptaan Tuhan lainnya.
 Alam penuh dengan energi. Alam selalu bereaksi dengan tingkah laku manusia, dan ikut mempengaruhi karakter manusia. Eksistensi dalam alam makrokosmos dilihat sebagai sesuatu yang tersusun secara hierarkis. Sehingga, secara moral manusia dituntut untuk menyelaraskan hidupnya dengan alam, yaitu antara mikrokosmos (manusia) dan makrokosmos (alam raya) untuk membuahkan kesadaran mengenai penghayatan iman terhadap keagungan Tuhan Sang Maha Pencipta.
 Dalam tarian itu, manusia diajak untuk lebih dekat dengan alam dan mencintainya sebagai sahabat yang harus terus berjalan bersama. Tarian ini ditampilkan saat upacara Seren Taun yakni upacara syukur atas Kemurahan Tuhan di masyarakat Cigugur.
 Seren Taun juga dilaksanakan sebagai penghormatan kepada Dewi Sri atau Dewi Padi yang memberikan kesuburan bagi para petani.
 Karena daerah ini merupakan daerah agraris, maka masyarakat Cigugur mengadakan upacara syukuran atas hasil bumi yang diperoleh. Acara syukuran atas hasil bumi ini lebih dikenal dengan istilah Seren Taun. Seren Taun merupakan gelar budaya tradisional yang sering dilaksanakan oleh masyarakat agraris Sunda.
 Dalam penyelengaraan Seren Taun karena masih berhubungan dengan agraris maka bahan-bahan seperti buah-buahan, umbi-umbian, padi, dan hewan yang merupakan bahan vital penunjang kegiatan. Lalu dalam ritus kegiatannya dalam formasi barisan pada pelaksanaan upacara Seren Taun terdiri dari barisan muda-mudi, ibu-ibu, bapak-bapak, dan rombongan kesenian yang diantaranya: tari buyung anglung buncis dari Baduy, angklung buncis dan dan dog-dog di sertai umbul-umbul.
2.5. Tata Cara
Kegiatan diawali dengan barisan muda-mudi, ibu-ibu dan bapak-bapak yang membawa hasil bumi berupa padi, buah-buahan, palawija: Barisan dibagi menjadi empat penjuru sesuai dengan arah mata angin. Barisan terdepan (lulugu) yaitu dua gadis membawa padi, buah-buahan dan umbian diiringi oleh seorang pemuda yang membawa payung janur bersusun tiga. Kemudian 11 gadis membawa padi, masing-masing dipayungi seorang pemuda, rombongan bapak-bapak yang memikul padi dengan rengkong serta pikulan biasa. Serta para penari yang membawa buyung (bejana untuk membawa air).
 Hal tersebut mempunyai makna sebagai berikut: empat penjuru melambangkan cinta kasih Tuhan terhadap umatnya sudah tersedia di empat penjuru bumi ini. Dua lulugu melambangkan manusi hidup dikelilingi komunitasnya, selain itu ditopang oleh keanekaragaman kehidupan, sedang payung janur bersusun tiga merupakan simbol Tri Daya Eka Karsa, yaitu tiga taraf kehidupan; nabati, hewani dan insani. 11 muda-mudi melambangkan bahwa mereka adalah benih-benih atau tunas bangsa sebagai generasi penerus yang akan melanjutkan serta melestarikan budaya bangsa. Sedangkan rombongan ibu-ibu dan bapak-bapak melambangkan permohonan dan membimbing anakanaknya dengan kasih sayang sehingga anak tersebut menjadi manusia yang berguna bagi nusa dan bangsa.
Kegiatan puncak ditandai dengan pagelaran kesenian kolosal Tari Buyung dan Angklung Buncis dari Desa Cigugur, serta Angklung Baduy dari Kanekes sebagai bagian ritual utama dan dilanjutkan dengan Ngajayak, yakni penyerahan l5 padi oleh masyarakat untuk ditumbuk bersama-sama yang hasilnya akan dibagikan pada yang memerlukan dengan menyisakan sebagian untuk benih guna ditanam kembali
Rangkaian ritual upacara Seren Taun berbeda-beda dan beraneka ragam dari satu desa ke desa lainnya, akan tetapi intinya adalah prosesi penyerahan padi hasil panen dari masyarakat kepada ketua adat. Padi ini kemudian akan dimasukkan ke dalam leuit (lumbung) utama dan lumbung-lumbung pendamping. Pemimpin adat kemudian memberikan indung pare (induk padi/bibit padi) yang sudah diberkati dan dianggap bertuah kepada para pemimpin desa untuk ditanan pada musim tanam berikutnya.
Di beberapa desa adat upacara biasanya diawali dengan mengambil air suci dari beberapa sumber air yang dikeramatkan. Biasanya air yang diambil berasal dari tujuh mata air yang kemudian disatukan dalam satu wadah dan didoakan dan dianggap bertuah dan membawa berkah. Air ini dicipratkan kepada setiap orang yang hadir di upacara untuk membawa berkah. Ritual berikutnya adalah sedekah kue, warga yang hadir berebut mengambil kue di dongdang (pikulan) atau tampah yang dipercaya kue itu memberi berkah yang berlimpah bagi yang mendapatkannya. Kemudian ritual penyembelihan kerbau yang dagingnya kemudian dibagikan kepada warga yang tidak mampu dan makan tumpeng bersama. Malamnya diisi dengan pertunjukan wayang golek.
2.6. Iringan
Iringan yang melengkapi upacara Seren Taun ini adalah sebagai berikut :
ü  Angklung
Angklung adalah alat musik tradisional yang berasal dari Jawa Barat, terbuat dari bambu, yang dibunyikan dengan cara digoyangkan (bunyi disebabkan oleh benturan badan pipa bambu) sehingga menghasilkan bunyi yang bergetar dalam susunan nada 2, 3, sampai 4 nada dalam setiap ukuran, baik besar maupun kecil. Laras (nada) alat musik angklung sebagai musik tradisi Sunda kebanyakan adalah salendro dan pelog.
ü  Dog dog lojor
Seringnya, dogdog lojor dihadirkan masyarakat Banten, khususnya Baduy, untuk memeriahkan upacara adat seperti ; seren taun, sedekah bumi,  ruwatan, ngabaladah `pembukaan’  ladang baru, perkawinan dan syukuran 40 hari bayi lahir. Seni dogdog menjadi sarana mengungkapkan syukur, penolak bala dan persembahan.
Dogdog Lojor berasal dari kata dogdog dan lojor ( bahasa Sunda dialek Banten ), artinya dogdog yang panjang. Alat musik tabuh ini terbuat dari kayu berongga sepanjang 90 – 100 cm berdiameter 15 cm, mengecil sampai 12-13 cm. Rongga yang 15 cm ditutup kulit kambing kering yang diikat dengan tali dan dibaji supaya kencang. Terdengar suara dog.. dog.. dog jika kulit dipukul. Kalau panjangnya antara 30-40 cm disebut dogdog ( saja ).
Pemain seni dogdog minimal 12 orang. 4 pemain dogdog, 8 pemain angklung, yang dibagi menjadi 2 kelompok demean yang sama. Saat ini, pria dan wanita bisa memainkannya.

2.8. Tata Busana
Busana yang dipakai dalam upacara ini relatif sederhana, dimulai dari pembawa padi para bapak-bapak yang memakai pakaian panjang serba hitam lengkap dengan pengikat kepala bermotif batik dan sepatu tapi ada juga yang memakai baju putih. Lalu para anggota pertunjukan, para bapak-bapak juga, hampir sama dengan bapak-bapak pembawa padi tetapi dengan tambahan sebuah selendang pendek bermotif batik di lutut.
Selanjutnya, busana para pembawa padi wanita yaitu dengan pakaian kebaya lengkap dengan samping motif batik, biasanya warna kebaya yag dipakai beragam. Setiap wanita ini di iringi oleh para pria yang memakai baju dan celana panjang putih dengan penutup kepala motif batik yang berdiri memayungi para wanita tersebut di belakang. Serta  didampingi oleh para pria yang memakai celana pendek yang bagian kanan berwarna putih dan kirinya berwarna hitam, dengan sebilah keris (senjata) yang ditaruh di bagian pinggang dan kalung seperti jimat serta penutup kepala.
Lalu, ada ketua adat yang memakai baju dan celana panjang hitam serta penutup kepala motif batik sama dengan pembawa padi para bapak-bapak yang membedakan adalah kedudukannya dan tempatnya saat melaksanakan upacara Seren Taun.
Ada para penari Tari Buyung yang mengawal di depan barisan para wanita pembawa padi. Para penari memakai pakaian adat khusus dengan lengan panjang, samping batik, selendang yang memutari setengah dari badannya di pinggang, dan tempat untuk kendi yang di taruh di kepala. Mereka juga memegang kendi lainnya dengan kedua tangan.
BAB III
KESIMPULAN

            Upacara Seren Taun adalah sebuah upacara sebagai bentuk rasa syukur terhadap Tuhan Yang Maha Esa karena telah memberikan hasil panen yang baik. Dalam makalah ini, kita dapat mengetahui sejarah diadakannya upacara ini, sinopsis atau cerita yang berada di dalamnya, waktu dan tempat berlangsungnya upacara, gerakan dan iringan saat upacara berlangsung, tata busana da tata rias yang dipersiapkan untuk orang-orang yang mengikuti dan kita juga dapat memahami rangkaian upacara ini dari awal sampai akhir.
            Perbedaan agama tidak menjadi masalah dalam penyelenggaraan upacara ini karena adanya toleransi. Jadi, kebersamaan akan terasa dan hasil bumi benar-benar nyata penuh dengan kesyukuran. Upacara Seren Taun, memang berlangsung cukup lama. Tapi, masih menjadi tradisi mereka untuk merayakannya dalam rangka rasa syukur terhadap Tuhan Yang Maha Esa dan juga untuk do’a agar panen di tahun mendatang lebih baik dan lebih bermanfaat lagi.

3.1. Kritik dan Saran
Menurut kami keseluruhan dari kegiatan upacara Seren Taun sudah sangat baik dalam pelaksanaannya karena ini juga merupakan upaya untuk melestarikan budaya setempat, tetapi lebih baik dalam waktu penyelenggaraannya tidak terlalu lama. Demi kelancaran dan kehidmatan para penonton yang melihat upacara Seren Taun ini, karena bisa saja sebagian dari mereka merasa bosan atau lelah karena upacara yang durasinya lama itu. Dan menurut kami, sebaiknya para pelajar mencoba mempelajari tentang budaya Indonesia agar kelestariannya juga dilaksanakan oleh para penerus bangsa.


BAB IV
PENUTUP

Demikian yang dapat kami paparkan mengenai materi yang menjadi pokok bahasan dalam makalah ini yaitu mengenai upacara Seren Taun, tentunya masih banyak kekurangan dan kelemahannya, karena terbatasnya pengetahuan dan kurangnya rujukan atau referensi yang ada hubungannya dengan makalah ini.
 Kami banyak berharap para pembaca yang budiman memberikan kritik dan saran yang membangun kepada penulis demi sempurnanya makalah ini dan penulisan makalah di kesempatan – kesempatan berikutnya. Semoga makalah ini berguna bagi penulis pada khususnya juga para pembaca, termasuk para guru dan siswa SMA Negeri 3 Bogor.

4.1. Daftar Pustaka

Dwi Wedhaswary, Inggried. http://sukapura.wordpress.com









Komentar

Postingan populer dari blog ini

I don't know

A b s t r a k